Selasa, 21 Juni 2016

Cerpen: Surat Eren



Jam pelajaran pertama telah usai. Levi bersama Mikasa segera menuju kantin untuk menyantap makan siangnya. Dengan santainya ia berjalan dan melewati bangku Raku dan Marika. Raku adalah teman baik Levi dulu, namun sejak kematian sahabat mereka, Eren semua berubah. Mereka bertengkar dan saling menyalahkan atas kematian sahabatnya tersebut. Hingga saat itu mereka tidak pernah saling berbicara lagi. Kematian Eren masih tidak diketahui pasti siapa penyebabnya, namun orang-orang banyak mengatakan bahwa itu kecelakaan. Eren terjatuh dari gedung atas sekolah, ketika sedang bermain dengan teman-temannya yaitu, Levi, Raku, Mikasa, dan Marika.
Keesokan harinya, Levi dan Mikasa sekolah seperti biasa. Mereka sering datang Pagi untuk membaca buku dan membahas soal-soal. Levi melihat ke kolong bangkunya, kemudian mengambil sesuatu dan membacanya sambil tersenyum. “Mik, apa lo percaya kalau Eren bisa ngirim surat dari sana ?” tanya Levi sembari membuang kertas yang ia dapatkan dari kolong bangku tadi. Mikasa mengambil kertas yang dibuang Levi dan membacanya. Mikasa tertawa “Anak iseng kali nih yang buat, kurang kerjaan banget. Haha” katanya. Tidak ada jawaban dari Levi, ternyata ia sudah mulai membaca buku pelajaran. “Levi, lo gapapa kan ?” Tanya Mikasa. Mikasa terus bertanya sampai memukul meja Levi “Woi Levi jawab dong!”. Levi melihat Mikasa kemudian tersenyum  “Udah Mik, lupain aja” jawab Levi dan kembali membaca buku. Mikasa duduk sambil menyimpan kertas tadi. Seseorang terdengar berlari dari luar kelas lalu datang menghampiri meja Levi sambil terengah-engah. “Levi aku dapat surat dari Eren” kata orang itu sambil menyodorkan surat yang dipegangnya kepada Levi. Levi tidak melihat surat itu begitu juga dengan orangnya, ia tetap membaca bukunya. Mikasa mengambil surat tersebut lalu berkata “Eh Raku, surat bocah ginian lo percayain”. Mikasa melemparkan surat tersebut ke wajah Raku. Tak beberapa lama kemudian Marika juga datang memperlihatkan surat yang ia dapatkan. Keadaan sangat hening karena hanya mereka berempat yang ada dikelas tersebut. Seketika pintu kelas tertutup sangat keras. Mereka terkejut disusul dengan jatuhnya vas bunga secara tiba-tiba. Marika berteriak sambil memegang Raku. “Sudah lama ya sejak kejadian itu” kata Levi namun masih dalam posisi membaca buku. Raku dan Marika duduk begitu juga Mikasa. “Kalian masih terlalu bocah dengan mudahnya percaya dengan surat seperti itu. Itu hanyalah perbuatan anak iseng, bahkan bisa jadi itu perbuatan salah satu diantara kita” lanjut Levi. “Tapi apakah anak iseng itu bisa meniru tulisan bahkan kata-kata yang sering diucapkan Eren ?” tanya Raku dengan nada tinggi. Kemudian Levi membaca surat yang diterima Raku.
Levi menyuruh Raku, Mikasa, dan Marika untuk mengeluarkan buku tulis yang berisi tulisan mereka sehari-hari. Levi mencocokannya dengan surat yang diterima Raku. Dari ketiga buku tulisan tersebut tidak ada tulisan yang mirip dengan suratnya. Levi juga menyuruh Marika mencocokkan surat yang diterimanya, tulisan dari surat yang diterima Marika juga mirip dengan tulisan Eren begitu juga surat yang diterima Levi pagi ini. “Jadi kita harus benar-benar mencari siapa penulisnya” kata Raku. Levi mengiyakan, begitu juga dengan yang lainnya. “Surat ini sangat penting Lev, lihat ini juga berisi bagaimana ia terjatuh disana” Raku memberikan surat itu kepada Levi. Levi terkejut dan langsung membacanya. Levi memberikan surat itu kepada Mikasa dan Marika. Mikasa berkata “Jika ini benar buatan Eren berarti, kematiannya bukanlah salah Levi maupun Raku. Eren yang terjatuh sendiri karena hilangnya keseimbangan. Jadi kita tidak perlu bertengkar lagi” jelas Mikasa. Levi dan Raku saling tatap. “Memang siapa yang percaya dengan hal-hal seperti itu ? Lagipula kejadian itu merupakan salah Levi. Levi yang berada di dekat Eren saat itu. Akui saja Levi” kata Marika. Levi menampar Marika, kemudian berkata “Eh jaga mulut mu. Gausah fitnah ya. Kalau gatau diem aja”. Raku bangun dari tempat duduknya dan menarik Levi kemudian memukul pipinya dengan keras lalu meneriakinya “Dasar gatau malu, berani banget nampar cewe. Sini kalau mau duel ayo lawan sesama laki. Banci amat si“ “Yaudah ayo duel” jawab Levi. Marika diam saja sambil memegangi pipinya. Sedangkan Mikasa mencoba untuk meleraikan.
Pertengkaran berhenti berhubung dengan mulainya pelajaran pertama. Pipi Levi membiru. Begitu juga Raku. Mereka kembali bermusuhan. Sepulang sekolah Raku baru balik dari toilet. Ketika melewati kelasnya Raku melihat Mikasa sedang bertelponan dengan seseorang. Mikasa sendirian dikelas karena siswa lainnya sudah pulang. Tanpa sengaja ia mendengar percakapan Mikasa dari balik telpon. Raku masuk ke dalam kelas dan membanting pintu dengan keras. Mikasa terkejut dan menutup telponnya dengan cepat. “Baiklah akan kujelaskan semuanya pada mu dan teman-teman besok” kata Mikasa.

Keesokan harinya, Levi, Raku, Mikasa, dan Marika sudah berada di gedung atas tempat mereka bermain dulu bersama Eren.  Raku yang menyuruh semua untuk kesana dengan alasan perdamaian. Mereka duduk dan Mikasalah yang memulai pembicaraan “Akulah pembuat surat tersebut”. Marika dan Levi terkejut. Levi tidak percaya namun tetap mendengarkan. Mikasa melanjutkan pembicaraannya sambil berjalan “Aku menyuruh adik Eren untuk menuliskannya karena tulisan mereka mirip. Jadi aku menelponnya kemarin dan mengucapkan terima kasih namun semuanya di dengar oleh Raku. Aku hanya bosan karena kita tidak pernah kembali bermain seperti dulu hanya karena masalah kematian Eren. Bahkan kalian sampai bertengkar. Waktu tidak bisa di putar. Saat itu kita sedang bermain kejar-kejaran. Eren berada paling pinggir, benar ? Aku lah yang mendorongnya namun memang kelihatannya Levi yang paling dekat dengan Eren dan aku mengada-ngada bahwa Raku lah yang mendorongnya. Aku pikir kita akan lebih bahagia bila tidak ada Eren. Karena aku membenci Eren, sayangnya waktu tidak bisa diputar dan aku salah. Itu malah memperburuk keadaan. Terima Kasih atas kenangan yang kalian semua berikan” Mikasa berhenti dan sampai di ujung gedung. “MIKASAAAAAAAAAAAAAA” Levi, Raku, dan Marika berteriak karena Mikasa melompat dari atas gedung. 

Setahun bersama Madyapadma (MP)

Berita Ku!


Semua berawal dari sebuah pilihan untuk memilih ekstrakulikuler. Ahkirnya keputusan saya jatuh di Madyapadma (MP), sebuah ekstra besar di SMAN 3 Denpasar.  Saya memilih MP karena saya pikir saya dapat lebih mengembangkan diri saya, mengeksplor hal hal yang saya punya namun tidak dapat tersalurkan, benar benar menggebu gebu dan bersemangat. Mengawali karir sebagai tim peneliti Madyapadma, membuat saya menjelajahi dunia pertama saya,  yaitu karya tulis. Masuk ruang Mp di pagi hari, bergulat dengan laptop, pulang malam hari dan di marah orang tua, merupakan hal yang sudah mejadi kebiasaan saya ketika mengikuti lomba penelitian. Sudah mengikuti 3 kali lomba penelitian namun tidak ada yang lolos, sedikit membuat nyali saya ciut dan tidak percaya diri.
 Setelah lomba – lomba penelitian yang gagal itu, kemudian ada sesuatu hal baru yang ada di depan mata, sebuah lomba kording yang bergengsi. Untuk mengikuti lomba itu, saya harus mengikuti seleksi antar anggota ekstra Madyapadma. Saya yang mempunyai latar belakang KSPAN, sudah tentu tidak mempunyai pengalaman di bidang tulis menulis jika dibandingkan dengan rekan-rekan yang lain. Saya mencoba untuk optimis dan mengikuti seleksi di bidang profil dan wawancara transparan. Semuanya lancar, lolos dari tahap ke tahap, sampai ahkirnya pada tahap terahkir saya tidak lolos. Hal itu semakin membuat kepercayaan diri saya hilang, “Bikin karya tulis udah gak lolos, sekarang nulispun juga gak bisa. Jadi sebenarnya saya bisa apa ?”, pertanyaan besar itu terus berkembang di benak saya.
Semua kenangan itu berlalu dari minggu ke minggu, saya mengikuti ekstra dengan tentram dan damai tanpa disertai semangat  yang menggebu-gebu layaknya awal saya terjun ke MP. Benar – benar terasa kosong dan tidak “berwarna”. Tak lama setelah itu ada sebuah projek besar, yang disebut Presslist. Dalam Presslist tersebut saya mendapat jabatan di bidang online. “Bertugas membuat berita setiap 3 jam sekali, dan aku belum pernah sekalipun buat berita. Nice, tantangan baru lagi” pikir saya. Saya mencoba untuk membuat berita sebagaimana mestinya.
Saya membuat dengan sepenuh hati, sebisa saya. Namun ternyata respon yang saya dapat tidak sesuai dengan ekspektasi saya. “Kamu bikin berita apa sih, berita mu gak jelas”, “kok berita mu gini sih, aduh kamu ni lo”, “berita mu jelek sekali”, “kemarin aku baca berita mu sampai aku mengeluarkan umpatan umpatan kasar tau,”  cerca rekan-rekan sebidang saya. Kalimat itu benar benar tepat sekali mendarat di hati dan bersarang disana, lama sekali. Sakit hati, sedih, down sudah pasti saya rasakan, namun bukan karena kalimat yang mereka lontarkan, tapi karena diri saya sendiri. Saya merasa tidak ada yang bisa saya lakukan di MP, tidak ada yang bisa saya berikan, dan merasa seperti tidak berguna. “Penelitian gak bisa, nulis gak bisa dan bikin beritapun juga jelek banget,” sesal saya.
Setelah kejadian itu, saya mulai “digembleng” untuk membuat berita oleh 2 orang rekan saya. Benar benar harus melapangkan dada, menerima komentar-komentar pedas yang mereka berikan. Saya tetap berusaha dan optimis, sebelum hari H, saya harus bisa membuat berita yang bagus, saya tidak mau mengecewakan. Setelah sekian lama saya liputan selalu ditemani, dan dibantu. Seketika saat presslist saya harus meliput sendirian, ya wawancara sendirian, karena rekan saya yang seharusnya membantu ada urusan mendadak untuk siaran. Wawancara pun berjalan dengan baik, saya berharap tidak ada data yang saya lewatkan. Kemudian tiba saatnya untuk membuat berita, semua sibuk dengan pekerjaanya masing masing, dan saya tidak mungkin mengganggu mereka untuk membantu saya membuat sebuah berita. Ahkirnya saya beranikan diri untuk mulai membuat berita, sendirian. Seperti biasa, setelah selesai membuat berita, saya akan berikan kepada salah satu rekan saya untuk di edit.

 “Berita mu udah bagus lo, gak ada yang aku ubah. Cie udah bisa, udah bagus,” ucap rekan saya. Kalimat itu seketika membalas semuanya. Semua kegagalan dan sakit hati yang selama ini saya alami terbalas oleh sebuah berita online. “Aku bisa membuat  berita!”.  Walaupun memang sebuah hal yang kecil, sederhana dan mungkin menurut beberapa orang itu hal yang biasa. Setidaknya sekarang ada yang bisa saya lakukan dengan baik. “Berita!”