Pada tahun ajaran baru tiba, yang
menjadi salah satu hal menarik bagi sekolah, khususnya untuk Sekolah Menengah
Tingkat Atas (SMA) adalah adanya siswa baru yang masuk. Dengan datangnya siswa
baru ini tentu memerlukan proses agar siswa tersebut dapat menyesuaikan diri
dengan sekolahnya yang sekarang. Tidak hanya kesiapan dari siswa baru itu
sendiri yang perlu diperhatikan, namun kesiapan siswa lama atau senior juga
tidak luput dari suksesnya proses adaptasi dari siswa baru itu sendiri. Hal ini
penting, agar nantinnya adik kelas atau kakak kelas kedepanya masing – masing
dapat mengenyam pendidikan dengan nyaman dan berhubungan dengan harmonis.
Masa adaptasi siswa baru ini di SMA
kerap disebut dengan MOS (Masa Orientasi Siswa). Namun sejak tahun ajaran
2016/2017, khususnya di SMAN 3 Denpasar MOS ini diganti dengan Masa Pengenalan
Lingkungan Sekolah (MPLS). Hal ini disebabkan oleh beberapa kasus yang timbul
akibat dampak buruk MOS yang dijalankan dengan cara yang kurang tepat. Diantaranya
adalah peloncoan yang masih kerap terjadi, seperti membuat malu siswa baru dengan
pernak - pernik yang aneh-aneh maupun membebani siswa baru selama mengikuti
kegiatan di sekolah.
Tidak hanya peloncoan saja yang
berlangsung, namun perintah dari senior untuk membawa barang – barang yang
sulit dicari merupakan salah satu beban yang berat. Walaupun terlihat sepele,
namun hal ini dapat memicu terjadinya masalah yang besar. Dengan keadaan yang
sudah lelah, ditambah harus berkeliling mencari barang bawaan, memberi peluang
besar terjadinya kecelakaan.
Tidak hanya itu, yang paling berat
adalah tekanan – tekanan yang diberikan
oleh senior atau panitia pelaksana MOS, yang dituangkan dalam bentuk maki –
makian, serta dilakukan di depan umum
tanpa alasan yang jelas. Hal ini bukannya akan membentuk mental yang kuat atau
mandiri seperti yang diharapkan, namun sebaliknya, dengan hal seperti ini malah
akan menekan jiwa dan mental dari siswa baru tersebut.
Semua hal tersebut terjadi karena
kurangnya perhatian dan tindak lanjut bagi tindakan – tindakan yang menyalahi
aturan MOS, beberapa pihak bahkan beberapa sekolah cenderung menganggap remeh
hal tersebut. Bagaimanapun siswa baru tetaplah seorang siswa, bukan barang yang
dapat diperlakukan semena – mena, dimaki atau direndahkan seenaknya. Hal – hal
yang tidak bermanfaat, membawa barang yang hanya mebebankan siswa baru sudah seharusnya tidak
diberlakukan. Dengan dibiarkanya proses MOS yang semena – mena tetap
berlangsung merupakan sebuah tindakan pembodohan massal. Membuat generasi muda
menanamkan pikiran bahwa “Yang kuat yang berkuasa, boleh memberlakukan yang
lemah seenaknya”.
Dengan diselenggarakan MPLS, yang
sistemnya bertolak belakang dengan MOS ini dapat membentuk siswa – siswa baru yang
cerdas, mandiri, berbudaya dan berkarakter lingkungan melalui kegiatan yang
mendidik dan bermanfaat. Serta membentuk mental anak bangsa yang percaya diri,
berani tapi tetap tau posisi dan batasan - batasan yang tepat, dengan cara yang
tentram dan damai, perwujudan dari revolusi
mental.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar